Kepemimpinan tersembunyi seorang ISFP-T
Kepemimpinan tersembunyi seorang ISFP-T
Nama : Christa Kailesawati Lukuaka
NIM : 22.P1.0029
Myers Briggs Type Indicator (MBTI) adalah alat ukur atau tes yang digunakan untuk mengidentifikasi tipe kepribadian seseorang yang diklasifikasikan menjadi 16 tipe kepribadian1. Dalam hal ini, saya telah melakukan tes kepribadian dan mendapatkan hasil sebagai seorang ISFP-T (Introverted, sensing, feeling, perceiving, turbulent). ISFP-T dikenal sebagai petualang atau “seniman sejati” yaitu tipe kepribadian yang hidup seperti kanvas yang dalam mengekspresikan diri.
Kepribadian ini selalu tampil dengan cara yang cukup unik mereka, mulai dari gaya berpakaian sampai cara menghabiskan waktu luang. Saya merasa bahwa tipe ini sudah sesuai dengan diri saya, dikarenakan tipe ISFP-T cenderung membuat saya memiliki rasa ingin tahu dan semangat dalam menghadapi hal-hal baru, serta minat atau keinginan yang menarik untuk menjelajahi dan menemukan kebahagiaan dalam kehidupannya. Sebagai seorang ISFP-T, saya percaya bahwa menjadi pemimpin yaitu mampu dalam mendengarkan, memahami, dan bekerja sama dalam tim. Tipe ini memperlihatkan kepribadian yang sederhana dan rendah hati, sering kali merasa bahwa diri mereka “orang biasa” sehingga mereka tidak menyadari sebenarnya mereka luar biasa2.
Gambar 1. ISFP-T (Introverted, sensing, feeling, perceiving, turbulent)2.
Dalam konteks kepemimpinan sebagai ISFP-T, saya merasa lebih nyaman bekerja dengan tenang, penuh empati dan berelasi yang baik. Tipe kepemimpinan saya sebagai ISFP-T cukup efektif saat memimpin, terutama dalam kondisi yang membutuhkan kerja sama tim, dengan mengutamakan keteladanan, empati, dan dukungan yang sifatnya personal. Saya lebih senang bekerja "di balik layar" tetapi selalu ada bersama tim saat dibutuhkan. Saya lebih memilih tindakan nyata dan menjadi inspirasi melalui pendekatan penuh kepedulian daripada memberikan perintah4.
MODEL KEPEMIMPINAN UNTUK FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA UNTUK KEGIATAN LINTAS PROGRAM PENANGANAN TB-HIV
Servant leadership adalah model kepemimpinan yang relevan terhadap tipe kepribadian ISFP-T. Servant leadership berfokus pada pelayanan, nilai etika, dan melalui hubungan personal bukan atas kekuasaan. Gaya ini memungkinkan saya sebagai pemimpin dapat mendorong agar tujuannya bisa tercapai3.
Model kepemimpinan servant leadership dalam fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk kegiatan lintas program penanganan TB-HIV merupakan pendekatan yang berfokus pada kemanusiaan, kepedulian, dan dukungan terhadap anggota tim, dengan harapan bahwa sebagai pemimpin bukan dengan memerintah tetapi dapat berdiri sendiri4.
Penerapan pelaksanaan penanganan TB-HIV dimulai dengan tahap advokasi yaitu biarpun pelan tetapi pasti. Dimulai dengan berbicara dengan tokoh masyarakat, sosialisasi atau penyuluhan tentang pentingnya dukungannya bagi pasien TB-HIV. Dalam hal ini tidak menyuruh mereka tetapi mengajak mereka agar dapat bersama memberikan aksi positif bagi pasien TB-HIV. Sebagai pemimpin, tim harus dikuatkan bukan dengan keinginan mencapai target saja tetapi dengan rasa percaya dan keteguhan terutama dalam menghadapi masalah dan mencari solusi. Selain itu, kesetaraan atau justice dalam berkomentar atau berpendapat juga penting dalam koordinasi lintas sektor untuk mencapai gagasan yang sama dan terarah. Monitoring dan evaluasi juga dilakukan untuk melihat secara partisipatif, pasien rutin berobat dan tim lebih kreatif dan memberikan hasil yang lebih baik. Tidak hanya itu, tetapi dapat mendengarkan hal hal sederhana yang disampaikan misalnya yang membuat semangat atau kesulitan yang dialami saat mendampingi pasien TB-HIV5.
Tantangan yang berpotensi muncul seperti rendahnya kesadaran dan komitmen dari lintas sektor, gaya kepemimpinan otoriter, kurangnya pemahaman akan konsep leadership. Peluang yang mungkin terjadi yaitu adanya kedekatan puskesmas dengan masyarakat yang membangun empati dan kepercayaan secara personal, memimpin lewat teladan dan kepekaan sosial, menyatukan pihak secara harmonis tanpa konfrontasi melalui dukungan lintas program atau sektor. Upaya antisipatif yang dilakukan yaitu mendorong pelatihan secara personal, membangun koordinasi lewat pendekatan yang lebih baik lagi, dan menciptakan ruang aman melalui peran sebagai pemimpin atau pendengar aktif untuk membangun kepercayaan diri6.
MODEL KEPEMIMPINAN UNTUK FASILITAS KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN UNTUK PENINGKATAN MUTU (Keselamatan pasien dan petugas kesehatan)
Model kepemimpinan yang diterapkan untuk mendukung peningkatan mutu layanan serta keselamatan pasien dan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL) yaitu model servant leadership. Gaya ini menekankan kepemimpinan pada pelayanan, empati, serta kemampuan mendengarkan dan pemberdayaan tim. Pendekatan dengan gaya ini mampu membangun lingkungan kerja yang aman dan terbuka di mana pun pemimpin hadir untuk melayani.
Sasarannya pada komunikasi efektif, dikarenakan komunikasi yang buruk sering kali memicu insiden keselamatan pasien, seperti kesalahan terapi atau tindakan medis. Melalui model kepemimpinan ini, pemimpin dapat memberi contoh yang jelas dalam menyampaikan informasi, mendorong penggunaan metode komunikasi misalnya SBAR (situation, background, assessment, recommendation), dan menciptakan suasana kerja yang terbuka tanpa rasa takut atau pun adanya tekanan.
Meskipun begitu, tantangan yang dihadapi tetap ada, seperti beban kerja yang tinggi, dan kurangnya komunikasi, tetapi dapat disesuaikan dengan peluang, seperti kedekatan pemimpin dengan tim, pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung komunikasi, dan dukungan kebijakan mutu dari institusi.
Peluang dan upaya yang dapat dilakukan yaitu pelatihan komunikasi berbasis pengalaman, membentuk tim keselamatan pasien, dan membuat forum refleksi rutin. Kontribusi dari tim penting untuk memperkuat budaya keselamatan. Melalui pendekatan servant leadership, pemimpin berperan menciptakan ruang kerja yang lebih baik dan mendukung tercapainya mutu layanan yang lebih baik.
KESIMPULAN
Kepemimpinan servant leadership sejalan dengan karakter ISFP-T karena menunjukkan empati, kerja sama, dan pendekatan yang bersifat melayani. Model ini efektif digunakan di layanan kesehatan, baik dalam penanganan TB-HIV di puskesmas maupun peningkatan keselamatan pasien di rumah sakit. Walaupaun ada hambatan seperti kurangnya koordinasi dan beban kerja, peluang tetap terbuka lewat pelatihan, komunikasi yang baik, dan kerja sama tim. Pendekatan ini mendukung terciptanya pelayanan yang lebih di masa yang akan datang.
Daftar pustaka
LAMPIRAN
Pernyataan orisinalitas karya tulis:
Saya menyatakan bahwa seluruh konten dan sumber referensi yang digunakan dalam pengerjaan tugas atau naskah tersebut merupakan hasil karya sendiri dan menggunakan sumber informasi yang valid dan reliabel. Jika ditemukan adanya kecurangan, penggunaan bantuan teknologi dan tindakan plagiasi terhadap pekerjaan orang lain maka saya bersedia mengulang dan pengurangan nilai perilaku.
Komentar
Posting Komentar