Logic Champion as a Leader

Logic Champion as A Leader

Nama : Helena Kristin Atmoko
NIM : 21.P1.0037

Yuk, mengenal lebih dekat dengan ahli logika yang satu ini!

INTP (Introverted, Intuitive, Thinking, Prospective) adalah sosok yang kritis, inovatif, dan strategis. Kemampuannya dalam memecahkan masalah dan eksplorasi ide, sudah tidak perlu diragukan lagi. Ahli logika yang satu ini memiliki perspektif yang unik dengan kecerdasan yang luar biasa! Orang dengan tipe kepribadian ini cenderung menyukai kesendirian, mereka mudah tenggelam oleh pikirannya sendiri. Eits, meski begitu mereka juga kreatif dan inventif loh. INTP berani mengungkapkan pikiran dan ide baru mereka dan menjadi outstandingINTP dikenal sebagai pemikir yang mandiri dan mampu brainstrorming dengan baik serta berlogika. Mereka tidak menyukai peraturan yang kaku dan terstruktur, namun tetap berjuang untuk mencapai standar kesempurnaan mereka. Wah, unik ya! kepribadian ini dimiliki oleh Albert Einstein lho. Orang dengan tipe kepribadian ini lebih cocok bekerja sendiri secara mandiri, namun siapa sangka jika mereka memanfaatkan kelebihannya, seorang INTP merupakan pemimpin yang hebat.3

Menjadi pemimpin sebagai ahli logika


        Sebagai seorang introvert yang perfeksionis, seorang INTP cenderung menyukai bekerja mandiri secara individual. Namun pada situasi yang mengharuskan untuk bekerja dalam tim, seorang INTP adalah pemimpin yang baik. Ada seorang yang mengatakan tentang paradoks INTP, dimana mereka benci untuk menjadi pemimpin, namun tidak tahan untuk hanya menjadi pengikut. Seorang INTP dapat menjadi pemipin yang baik dengan memanfaatkan kelebihan mereka. Apabila menjadi pemimpin, gaya kepemimpinan yang cocok untuk INTP adalah model transisional dan kolaborasi

Kepemimpinan transformasional berasal dari kata "to transform" yang berarti mentransfromasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk yang berbeda. Misalnya dengan mentransformasi visi menjadi realita, potensi menjadi aktual, laten menjadi manifes dan sebagainya. Inti dari tipe kepemimpinan ini adalah mengubah potensi menjadi energi nyata. Seorang pemimpin harus mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahannya dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya. 

“Transformational leaders transform the personal values of followers to support the vision and goals of the organization by fostering an environment where relationships can be formed and by establishing a climate of trust in which visions can be shared”5

Ide out of the box dan inovasi yang dimiliki oleh INTP, diharapkan dapat mentransformasikan pengikutnya menjadi seseorang dengan value yang lebih serta dapat menkolaborasikan isi pikirannya. Seorang pemimpin transformasional harus mampu mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target yang telah ditentukan. Sumber daya dimaksud berupa sumber daya manusia, fasilitas, dana, dan faktor eksternal organisasi. Adapun indikator kepemimpinan transformasional yaitu: pembaharu, memberi teladan, mendorong kinerja bawahan, mengharmoniskan lingkungan kerja, memberdayakan bawahan, bertindak atas sistem nilai, meningkatkan kemampuan terus menerus, dan mampu menghadapi situasi yang rumit.4

Selanjutnya dilakukan kolaborasi dari ide-ide dan perspektif baru yang telah diterima. Dalam melakukan kolaborasi ini, penting untuk menghargai pendapat tiap anggota tim. Diskusi terbuka dapat dilakukan untuk mendukung pemikiran analitis dalam pengambilan keputusan.2

Pekerja mandiri menjadi pemimpin, pasti sulit ya? 

Sebagai seseorang yang lebih menyukai bekerja sendiri secara mandiri, tentu tidak mudah bagi seorang INTP untuk menjadi pemimpin. Dibutuhkan teknik khusus untuk memaksimalkan kekuatan-kekuatan yang dimilikinya. Namun, tidak mudah bukan berarti mustahil. Berikut adalah teknik-teknik khusus yang penting bagi INTP agar bisa memaksimalkan kekuatannya. 
  1. Memberdayakan ide-ide baru. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan sesi brainstorming bersama para anggota kelompok. Penting untuk melakukan debat aktif yang sehat selama sesi tersebut dan mendengarkan pendapat dari setiap anggota tim dengan seksama. 
  2. Menonjolkan logika dengan tujuan-tujuan yang telah dirancang dengan baik. Selain itu, memiliki rencana cadangan dan menganalisa tiap tantangan yang ada dengan solusi yang logis. Tujuan yang strategis membantu anggota tim dalam memahami visi tim secara keseluruhan dan kontribusi mereka dalam pekerjaan tersebut. 
  3. Teknik "empowerment advocate" dengan cara menjelaskan tiap jobdes yang ada dengan detail serta ekspektasi dari tiap pekerjaan tersebut, namun tetap membiarkan para anggota memilih sendiri tugas yang akan mereka ambil. Dengan ini diharapkan tumbuhnya rasa tanggungjawab dari anggota tim untuk menyelesaikan tugas yang telah mereka pilih. Selanjutnya, pemimpin harus mempercayai kerja dari anggota sambil memberikan bimbingan pada mereka. 
  4. Teknik "open mind open door approach" dengan sifat INTP yang terbuka dengan ide dan gagasan yang baru serta sudut pandang yang berbeda, maka pemimpin dapat membuka sesi diskusi bersama yang dilakukan secara transparan. Penting untuk mendengarkan opini setiap anggota tim dengan seksama. Maka, diharapkan dengan teknik ini terjalin kolaborasi antar anggota tim sehingga menciptakan lingkungan pekerjaan dengan solusi yang inovatif dan perbaikan yang kontinyu. 

Kepemimpinan transisional untuk penanganan TB-HIV di puskesmas 

Dengan menggunakan model kepemimpinan transisional dan kolaborasi, kini seorang pemimpin akan menangani kegiatan lintas program penanganan TB-HIV di puskesmas atau fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pertama-tama perlu dilakukan penyampaian visi yang jelas mengenai penanganan TB-HIV sambil menginspirasi seluruh tim untuk berkomitmen pada tujuan bersama. Dalam hal ini, seorang pemimpin harus bisa mempengaruhi anggota timnya agar dapat memiliki tujuan yang sejalan, satu dengan yang lainnya. Selanjutnya, dilakukan inovasi dan perubahan dengan memanfaatkan berbagai sumber daya dan fasilitas yang ada. Inovasi dapat diperoleh dari ide hasil kolaborasi antar anggota kelompok, dengan bimbingan sang pemimpin. Dapat dilakukan diskusi aktif terlebih dahulu untuk brainstorming ide-ide yang ada. Kemudian, dilakukan motivasi dan pengembangan untuk anggota tim maupun staf yang bertugas agar memperoleh pelatihan dan mendapatkan kesempatan untuk berkembang sehingga meningkatkan kompetensi mereka dalam menangani TB-HIV. Selain itu, dapat dilakukan kolaborasi baik antar anggota, interprofesi, lintas sektor, maupun partisipasi aktif dari seluruh pihak yang ada. 


Fokus kegiatan penanganan TB-HIV

  1. Advokasi pada pemerintah dan pemangku kepentingan tentang pentingnya penanganan TB-HIV. Selain pemerintah, juga dilakukan pada masyarakat. Advokasi pada masyarakat dapat dilakukan dengan melakukan kampanye tentang kesadaran untuk mengurangi stigma dan diskriminasi pada pengidap TB-HIV. 
  2. Penguatan tim dengan melakukan pemaksimalan sumber daya manusia yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan pelatihan penanganan TB-HIV secara rutin bagi staf dan anggota tim lainnya. Pelatihan dilakukan guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Selanjutnya dapat dilakukan diskusi secara berkala untuk membahas kemajuan dan tantangan yang dihadapi setiap anggota tim. Secara diskusi aktif, bersama mencari solusi dan mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan. 
  3. Koordinasi Lintas Sektor dengan membentuk forum komunikasi yang melibatkan berbagai sektor seperti, pendidikan, kesehatan, dan sosial. Selanjutnya memperluas jangkauan program dengan membangun kemitraan dengan lembaga setempat. 
  4. Kolaborasi interprofesi dengan rutin mengadakan pertemuan untuk merancang strategi penanganan yang komprehensif sehingga terjalin kerjasama antar logistik, dokter, perawat, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya sehingga pelayanan yang diberikan dapat semaksimal mungkin. 
  5. Monitoring rutin secara berkala terkait pelaksanaan program serta melakukan evaluasi sehingga hasilnya dapat digunakan untuk memperbaiki strategi pelayanan. 

Tantangan, peluang, dan antisipasi 

Dalam pelaksanaannya tentu terdapat tantangan-tantangan tersendiri yang mungkin muncul saat melaksanakan program yang telah dirancang. Mengingat stigma dan tingkat diskriminasi terhadap pengidap TB-HIV masih tinggi di Indonesia, maka hal ini seringkali menghambat akses pasien ke layanan kesehatan. Maka dari itu, layanan kesehatan penting untuk melakukan kampanye dan edukasi ke masyarakat bahwa mereka dengan TB-HIV perlu diberikan dukungan psikososial dan membantu mereka mengatasi diskriminasi. 

Mengingat puskesmas adalah fasilitas kesehatan tingkat pertama, maka tidak dapat dipungkiri jika sumber daya yang ada terbatas. Menurut Permenkes Nomor 43 Tahun 2019, puskesmas tidak diperlukan adanya dokter spesialis dan jam layanan kerjanya terbatas diluar unit gawat darurat.1  Hal ini menyebabkan kurangnya akses masyarakat dan tenaga kerja yang ada. Maka dari itu, dilakukanlah optimalisasi sumber daya yang ada semaksimal mungkin. Dapat dilakukan pengajuan proposal pendanaan dan donor pada pemerintah untuk menambah sumber daya. Selain itu, kehadiran teknologi juga dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk efisiensi operasional dan sumber daya dengan baik. 

Koordinasi lintas sektor seringkali sulit untuk dilakukan dan membutuhkan waktu serta usaha ekstra. Oleh karena itu, kemitraan dengan LSM dapat membantu terjalinnya koordinasi dengan baik serta menambah sumber daya dan akses ke komunias. 

Meningkatkan mutu rumah sakit dengan kepemimpinan transformasional dan kolaboratif

Pemimpin perlu menyampaikan visi dan inspirasi yang jelas mengenai keselamatan pasien dan petugas kesehatan, serta menginspirasi seluruh tim untuk berkomitmen. Dalam hal ini, kesadaran dari tiap-tiap pribadi sangatlah penting untuk kemajuan tim dan tercapainya tujuan bersama. Dalam mendorong inovasi dan prosedutr keselamatan yang baru, baik untuk memanfaatkan teknologi baru dan praktik terbaik dari berbagai sektor. Dalam perjalanannya, dapat dilakukan motivasi staf dan pengembangan secara berkala dengan memberikan pelatihan serta kesempatan untuk mengembangan skill dan kompetensi mereka. Hal ini sangat bermanfaat untuk menjaga keselamatan pasien dan tenaga kesehatan sehingga tujuan peningkatan mutu fasilitas kesehatan tingkat lanjut dapat tercapai. 

Komunikasi efektif sebagai kunci dari keselamatan pasien 

Siapa sangka kunci utama dari keselamatan pasien dan tenaga kesehatan adalah komunikais efektif? Ya benar! Komunikasi efektif seringkali dilupakan oleh beberapa orang karena dianggap kurang penting. Dengan model kepemimpinan transformasional dan kolaborasi, seorang pemimpin harus melakukan perubahan dalam hal komunikasi agar dapat menciptakan keselamatan bagi pasien dan tenaga kesehatan. Penting untuk dilakukan pemaparan visi dan inspirasi untuk mendorong seluruh tim sehingga semuanya memahami bahwa komunikasi efektif adalah kunci untuk mencegah kesalahan medis dan meningkatkan kesalahan. Hal sesederhana mengkonfirmasi ulang informasi yang diberikan dapat menyelamatkan pasien dan tenaga kesehatan. Tentu yang terpenting di sini adalah kesadaran dari seorang individu untuk melakukannya. Selain itu, implementasi teknologi untuk sistem komunikasi digital yang terintegrasi untuk memudahkan penukaran informasi antar petugas kesehatan. Protokol komunikasi yang sesuai dan mengembangkannya agar menjadi lebih jelas dan terstruktur, contohnya seperti SBAR (Situation, Background, Assesment, Recommendation). Selanjutnya dilakukan pelatihan rutin untuk menjalankan sistem yang telah dirancang dengan sedemikian mungkin untuk seluruh staf. Terahkir dilakukan evaluasi dan umpan balik dari staf yang bertugas agar dapat meningkatkan kinerja yang telah disusun. 


Tantangan, peluang, dan upaya antisipasi pada FKTL

Tidak semua orang terbuka terhadap perubahan, beberapa staf mungkin enggan mengadopsi sistem dan prosedur komunikasi yang baru, sehingga perlu dilakukan peningkatan kesadaran akan pentingnya hal tersebut dengan pendekatan secara bertahap dan keterlibatan staf. Pendekatan secara bertahap dengan mengimplementasikan perubahan secara bertahap dan perlahan untuk memberikan waktu pada staf agar dapat menyesuaikan diri. 

Kurangnya kesadaran dan ketrampilan staf dalam komunikasi juga berpengaruh pada keberhasilan program ini. Maka dari itu, diperlukan kampanye kesadaran untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya komunikasi efektif dan pelatihan secara berkala yang berfokus pada skenario komunikasi sehari-hari 

Dalam hal ini, pemanfaatan teknologi komunikasi yang canggih dapat mempermudah kita untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penukaran informasi. Budaya keselamatan yang kuat dengan berfokus pada komunikasi efektif dapat meningkatkan keselataman pasien dan petugas kesehatan. 

Kesimpulan 

Sebagai seorang INTP (Introverted, Intuitive, Thinking, Prospective), memiliki karakteristik pemikiran kritis, inovatif, dan strategis yang menjadikannya pemimpin yang potensial dalam bidang kesehatan. INTP dikenal mandiri dan memiliki kemampuan berpikir analitis yang tinggi, meskipun lebih menyukai bekerja secara individu. Namun, dalam situasi yang memerlukan kerjasama tim, INTP dapat menjadi pemimpin yang efektif dengan memanfaatkan kelebihan mereka. Model kepemimpinan transformasional dan kolaboratif adalah pendekatan yang tepat untuk diterapkan oleh INTP dalam meningkatkan mutu dan keselamatan pasien serta petugas kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Kepemimpinan transformasional melibatkan visi yang jelas, inovasi, dan pengembangan terus-menerus, serta motivasi tim untuk mencapai tujuan bersama. Di sisi lain, kolaborasi memastikan bahwa setiap anggota tim memiliki kesempatan untuk berkontribusi dan bekerja sama dalam mengatasi tantangan. Dalam konteks penanganan TB-HIV di Puskesmas, model kepemimpinan transformasional dan kolaboratif dapat membantu mengadvokasi pentingnya penanganan TB-HIV, memperkuat tim dengan pelatihan rutin, mengkoordinasikan lintas sektor, dan mengadakan kolaborasi interprofesi untuk strategi penanganan yang komprehensif. Komunikasi efektif adalah kunci utama dalam meningkatkan keselamatan pasien dan tenaga kesehatan. Dengan kepemimpinan transformasional dan kolaboratif, pemimpin dapat mempromosikan komunikasi yang jelas dan terstruktur, menggunakan teknologi untuk memfasilitasi pertukaran informasi, dan mengadakan pelatihan rutin untuk meningkatkan keterampilan komunikasi staf. Secara keseluruhan, dengan memanfaatkan model kepemimpinan yang tepat, seorang INTP dapat mengubah potensi menjadi energi nyata, memberdayakan tim, dan menciptakan lingkungan kerja yang berfokus pada inovasi dan keselamatan, baik dalam penanganan TB-HIV di Puskesmas maupun dalam meningkatkan mutu layanan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut.

Daftar Pustaka 

1.         Permenkes No. 43 Tahun 2019. Available from:    https://peraturan.bpk.go.id/Details/138635/permenkes-no-43-tahun-2019

2.         Somanathan S. INTP Leadership: Strategies to Leverage Your Personality Traits. ClickUp. 2024. Available from: https://clickup.com/blog/intp-leadership/

3.         INTP Personality (Logician) | 16Personalities. Available from: https://www.16personalities.com/intp-personality

4.         56599-karakteristik-kepemimpinan-transformasio-b098bfa9.pdf. Available from: https://media.neliti.com/media/publications/56599-karakteristik-kepemimpinan-transformasio-b098bfa9.pdf

5.         Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan 










Komentar

Postingan populer dari blog ini

WARTA TALENTA PRO PATRIA ET HUMANITATE DI TANAH MINAHASA

INTP-T Sebagai Pemimpin