Kekuatan "Advokat" dalam Memimpin dengan Hati
Nama : Liu Yennise Pricilia Phiong
NIM : 22.P1.0005
“Kekuatan "Advokat" dalam Memimpin dengan Hati"
Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan salah satu sifat yang menjadi kunci keberhasilan setiap organisasi atau struktural. Kepemimpinan yang efektif dapat menghadapi tantangan yang kompleks hingga tantangan-tantangan yang tak terduga, namun di era modern ini terdapat tipe kepemimpinan yang masih klasik atau tradisional menjadi kurang efektif, efisien dan kurang memadai. Pada era modern ini dibutuhkan seorang pemimpin yang cepat, sesuai, dan interkonektivitas antar sektor yang tinggi, sehingga suatu organisasi tersebut dapat terus berdiri tegak dan lancar dalam menghadapi kemungkinan masalah-masalah yang muncul. Berdasarkan National Preparedness Leadership Initiative (NPLI) di Harvard University, kerangka atau tipe kepemimpinan Meta-Leadership dikembangkan sebagai respon terhadap kebutuhan. Pada Meta-Leadership terdapat tiga dimensi yang perlu diperhatikan dalam mendorong suatu tujuan bersama di tengah perbedaan dan kompleksitas, yaitu pribadi (the person), situasi (the situation), dan konektivitas (connectivity)1. Myers-Briggs Type Indicator atau yang lebih dikenal dengan sebutan MBTI merupakan alat ukur tipe kepribadian yang dikemukakan oleh Isabel Briggs Myers. MBTI terdiri atas 4 dikotomi utama, yaitu Extraversion (E) versus Introversion (I), Sensing (S) versus Intuition (N), Thinking (T) versus Feeling (F), dan Judging (J) versus Perceiving (P). Keempat dikotomi tersebut dipadukan sesuai dengan kepribadian, sehingga didapatkan 16 tipe kepribadian dengan kekuatan dan kelemahannya masing-masing dan disingkat menjadi ENTP, INFJ, ESTJ, ISFP, dan lain-lain. MBTI secara tidak langsung berhubungan dengan Meta-Leadership yang dilihat dari salah satu dimensinya, yaitu pribadi (the person)1,2.
Tes MBTI yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan hasil sebagai seorang INFJ-T. INFJ terdiri atas empat susunan dikotomi (Introversion, Intuition, Feeling, dan Judging), dimana introversion (I) menunjukkan bahwa seseorang memperoleh energi dari dunia internalnya, yakni melalui refleksi pengalaman dan ide-ide. Hal tersebut sangat sesuai dengan pribadi saya sendiri yang akan menyendiri setelah dari kerumunan orang-orang untuk kembali mengecas energi. Intuition (N) menunjukkan fokus pada persepsi pola dan hal-hal yang mungkin tampak tidak rasional, mencari makna di balik fakta, sehingga perancangan strategi jangka panjang (masa depan) dibuat. Sementara itu, feeling (F) membuat saya mendasarkan kesimpulan pada nilai personal atau sosial dengan berusaha memahami dampaknya. Sifat perasa tersebut kadang membuat saya sulit berpikir rasional, sedangkan judging (J) yang didorong oleh feeling (F) ini membuat saya menunjukkan ketegasan dalam menghadapi masalah dunia luar, menggunakan perasaan sebagai panduan utama dalam pengambilan keputusan. INFJ-T atau yang dikenal sebagai “Advokat” memiliki ciri khas yang penuh perhatian, mendalam, mendukung, dan memberi arahan maupun bimbingan dalam perkembangan suatu struktur/ organisasi2,3.
Model Kepemimpinan

Aplikasi model kepemimpinan untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk kegiatan lintas program penanganan TB-HIV
Fasilitas tingkat pertama atau FKTP seperti puskesmas memiliki sebuah peran yang berpusat dalam penanganan TB-HIV. Kompleksitas pada kedua penyakit tersebut sangat tinggi, dan diperlukannya pendekatan holistik, sehingga membutuhkan pemimpin yang kuat dalam merancang berbagai program dan pihak-pihak yang berhubungan. Model kepemimpinan transformatif merupakan model kepemimpinan paling tepat untuk mendukung suatu kegiatan lintas program penanganan TB-HIV di Puskesmas X. Model kepemimpinan ini berfokus dalam menginspirasi dan memotivasi tim untuk melampaui kepentingan pribadi demi kebaikan tim, serta mendorong inovasi dan pengembangan diri. Kegiatan dapat terwujud melalui implementasi yang kritis pada setiap daerah7.
Advokasi
Pada pemimpin transformatif akan menginspirasi dan menyelaraskan pemangku dari berbagai lapisan baik secara vertikal maupun horizontal. Pemimpin akan secara proaktif mengartikulasikan visi Puskesmas X dengan jelas untuk mengeliminasi TB-HIV, menyuarakan urgensi dan manfaat kolaborasi kepada kepala desa, tokoh agama, PKK, hingga organisasi masyarakat. Dengan adanya kegiatan tersebut, konsensus dan komitmen bersama akan terbangun untuk mengatasi stigma di tengah masyarakat, memastikan deteksi dini, dan meningkatkan kepatuhan pengobatan. Selain itu, sebagai advokasi yang bijak akan mendorong alokasi sumber daya dari tingkat desa untuk memprogramkan program TB-HIV, mengubah masyarakat desa menjadi mitra aktif dalam berinvestasi kesehatan masyarakatnya itu sendiri.
Penguatan tim
Kepemimpinan transformatif akan berfokus pada mengembangkan potensi penuh setiap anggota tim dan menumbuhkan rasa kepemilikan yang mendalam terhadap program TB-HIV, sehingga seorang pemimpin akan menyelenggarakan pelatihan terpadu yang komprehensif bagi tenaga kesehatan, seperti dokter, perawat, analis, dan tenaga kesehatan lainnya untuk memastikan kompetensi klinis dan non klinis yang holistik dalam penanganan TB-HIV. Selain itu dapat dilakukan diskusi atau rapat kasus secara rutin, sehingga terdapat tempat, wadah, atau forum kritis untuk pembelajaran bersama dan pemecahan masalah kolaboratif, serta mendorong budaya kerja tim yang positif. Dengan begitu setiap individu di tim merasa dihargai, dan termotivasi untuk berkontribusi secara maksimal
Koordinasi lintas sektor
Pemimpin transformatif akan berfungsi sebagai penghubung strategis yang membangun kepercayaan dan penyelarasan tujuan berbagai pihak eksternal. Pertemuan yang diadakan memiliki agenda yang jelas dan menghasilkan komitmen aksi konkret dari berbagai sektor, seperti pendidikan (penyuluhan kepada siswa-siswi di kelas), sosial (dukungan dan sosialisasi pada masyarakat), agama, hingga keamanan. Selain itu juga dapat dibentuk suatu komite atau kelompok yang bertugas di tingkat kecamatan atau desa yang melibatkan perwakilan lintas sektor untuk menghilangkan hambatan sektoral, dan menciptakan ekosistem yang terintegrasi dan responsif terhadap kebutuhan pasien TB-HIV.
Kolaborasi interprofesional
Kepemimpinan transformatif akan secara aktif membongkar "silo" profesional yang seringkali menghambat penanganan di fasilitas kesehatan. Hal tersebut dilakukan dengan menetapkan alur koordinasi yang transparan dan efisien antara program TB, HIV, Gizi, Kesehatan Lingkungan, dan Promosi Kesehatan. Contohnya adalah setiap pasien HIV baru harus secara otomatis menjalani skrining TB, dan pasien TB yang belum diketahui status HIV-nya harus segera ditawarkan tes. Penanganan TB-HIV membutuhkan pendekatan komprehensif dari berbagai disiplin ilmu, dan kolaborasi yang mencakup tim promkes dan petugas gizi untuk edukasi nutrisi spesifik bagi pasien TB-HIV dan memastikan dukungan holistik.
Monitoring
Kepemimpinan transformatif dalam konteks monitoring adalah menetapkan target yang ambisius namun realistis, serta memastikan pemantauan kemajuan yang transparan dan memberdayakan. Hal tersebut dilakukan pemimpin untuk mengembangkan sistem pencatatan dan membuat pelaporan terpadu TB-HIV yang tidak hanya mudah diakses, tetapi juga mudah dianalisis untuk mengidentifikasi tren dan kesenjangan. Selain itu bisa dilakukan deteksi masalah sejak dini, dan memberikan umpan balik yang konstruktif kepada tim, sehingga perbaikan berkelanjutan.
Evaluasi
Pemimpin transformatif akan mendorong budaya refleksi kritis dan pembelajaran berkelanjutan melalui evaluasi mengenai penilaian terhadap tercapainya suatu target. Dengan adanya evaluasi akan membantu pemimpin dan tim untuk mengidentifikasi faktor penghambat dan pendorong secara jujur, sehingga menghasilkan perbaikan dan peningkatan kualitas yang didukung oleh bukti atau fakta yang telah dijabarkan dalam refleksi7,8.
Pada penanganan TB-HIV di Puskesmas X, kepemimpinan transformatif harus secara kritis memanfaatkan berbagai peluang strategis. Peluang tersebut adalah kebijakan nasional yang kuat dan pedoman terintegrasi untuk menangani TB-HIV bukan hanya sekadar aturan, melainkan menjadi panduan utama yang akan diinspirasikan pemimpin kepada timnya. Hal tersebut dilakukan agar dapat diimplementasikan secara inovatif dan diadaptasi sesuai konteks lokal, memastikan setiap anggota memahami dan menginternalisasi visinya. Selain itu, peran Puskesmas X sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dengan lokasi yang paling dekat dengan masyarakat merupakan sebuah peluang emas. Pemimpin transformatif akan memberdayakan tim atau staf untuk menjadi agen perubahan di komunitas, mendorong penemuan kasus aktif melalui penjangkauan proaktif, dan membangun kepercayaan masyarakat sebagai garda terdepan di kesehatan. Peluang dalam pemanfaatan teknologi digital dapat digunakan untuk pencatatan, pelaporan, edukasi, memfasilitasi adopsi aplikasi terpadu, platform edukasi online, serta memastikan tim mahir menggunakannya. Dukungan dari organisasi internasional dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berfokus pada TB-HIV merupakan sumber daya berharga yang dapat mendukung secara teknis, pelatihan, finansial, dan mengoptimalkan penguatan program9,10.
Aplikasi model kepemimpinan untuk fasilitas kesehatan tingkat lanjut dalam peningkatan mutu
Model kepemimpinan yang dipilih untuk mendukung peningkatan mutu, khususnya pada aspek keselamatan pasien dan petugas kesehatan, adalah Kepemimpinan Transformatif (Transformational Leadership). Kepemimpinan ini berfokus pada inspirasi, motivasi, dan pemberdayaan individu untuk melampaui kepentingan pribadi demi tujuan organisasi yang lebih besar, yaitu mutu pelayanan dan keselamatan. Kepemimpinan transformatif memungkinkan pembangunan sistem penyelamatan yang kuat, dimana setiap staf merasa memiliki tanggung jawab dan diberdayakan untuk berkontribusi. Berdasarkan 6 sasaran keselamatan pasien di FKTL, yaitu identifikasi pasien, komunikasi efektif, medication error, safety surgery, PPI, dan risiko jatuh, dimana saya memilih komunikasi efektif. Komunikasi efektif merupakan aspek penting dalam keselamatan pasien, dimana kegagalan komunikasi dapat berakibat fatal pada keselamatan pasien. Kepemimpinan transformatif akan berfokus pada asepek mengartikulasikan visi yang jelas dan menginspirasi, agar setiap informasi yang disampaikan tepat waktu, relevan dan akurat. Visi tersebut direalisasi melalui kegiatan town hall meeting dan mendorong pergeseran dari "budaya diam" ke "budaya bicara", sehingga kekhawatiran terkait komunikasi dapat disuarakan tanpa rasa takut. Selain itu terdapat pemberdayaan tim yang menjadi kunci dalam memberikan otonomi dan kepercayaan kepada tim atau staf untuk berkomunikasi secara jelas, memperkuat penggunaan teknik standar seperti SBAR melalui stimulasi dan role-play. Setelah itu tedapat pengembangn indivdu melalui pelatihan komunikasi asertif dan pembentukan “Champion komunikasi”. Pembentukan tersebut dilakukan untuk mempromosi praktik dna umpan balik. Terakhir, membangun budaya akuntabilitas, dimana menetapkan pembelajaran, dan umumnya menggunakan root cause analysis(RCA). Tantangan dalam meningkatkan komunikasi efektif adalah hirarki dan budaya, beban kerja, dan keterbatasan waktu. Pada hirarki dapat terjadi salah paham jika masing-masing tenaga medis kurang kompeten. Antisipasi yang harus disiapkan adalah membangun kepercayaan, fasilitas interaksi, dan menjadi teladan pemimpin. Pada beban kerja tinggi dan keterbatasan waktu para staf merasa terlalu sibuk dalam melakukan serah-terima. Tantangan lainnya adalah optimalisasi suatu proses, edukasi efisiensi, dan advokasi sumber. Adapun tantang dalam menghadapi perbedaan tingkat kompetensi dan gaya komunikasi, seperti pelatihan bertarget dengan seorang coach, standarisasi, dan umpan balik konstruktif. Berdasarkan kepemimpinan transformatif terdapat peluang dalam integrasi teknologi informasi kesehatan seperti rekam medis elektronik yang terintegrasi dan terdapat pada sistem informasi RS. Selain itu terdapat peluang seperti adanya program akreditasi dan standar nasional/ internasional, dimana individu tersebut dapat mengubah compliance menjadi commitment dengan menjelaskan "mengapa" di balik setiap standar, menghubungkannya dengan hasil pasien yang nyata, dan mendorong tim untuk mengimplementasikan lebih dari sekadar persyaratan minimal. Ketersediaan tenaga muda dan melek teknologi untuk menemukan solusi komunikasi yang efektif dan efisien, serta meningkatkan kesadaran masyarakat dan pasien agar keluarga menjadi produktif, dan mendorong pasien dan keluarga11,12.
Kesimpulan
Kepemimpinan transformatif yang diinternalisasi dan diperkuat dengan beberapa komentar memicu adanya kesadarn diri seorang INFJ-T. Pemimpin transformatif (INFJ-T) menjadi fundamental dalam meningkatkan mutu dan keselamatan di fasilitas kesehatan. Selain itu, ketiga dimensi dalam meta-leadership merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan. Pada puskesmas X, model kepemimpinan ini memfasilitasi penanganan TB-HIV mulai dari advokasi, penguatan tim, koordinasi lintas sektor, hingga kolaborasi interprofesional, monitoring, serta evaluasi yang adaptif. Kepemimpinan ini secara optimal memanfaatkan kebijakan nasional, kedekatan Puskesmas dengan komunitas, teknologi digital, dan dukungan eksternal untuk mengatasi stigma, keterbatasan sumber daya, dan fragmentasi program. Sementara itu, di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut, fokus transformatif pada komunikasi efektif sebagai pilar keselamatan pasien direalisasikan melalui penanaman visi yang jelas, pemberdayaan tim dengan alat standar seperti SBAR, pengembangan keterampilan individu, dan pembentukan budaya akuntabilitas berbasis pembelajaran dari insiden. Kemampuan seorang pemimpin untuk mengatasi hambatan hierarkis, beban kerja, dan perbedaan kompetensi, sembari merangkul peluang teknologi serta standar akreditasi, menegaskan bahwa kepemimpinan ini, dan berakar pada nilai personal yang kuat dan esensial dalam mencapai standar keselamatan klinis yang optimal di era kesehatan modern.
Daftar Pustaka
Leonard J, Barry C, Josep Henderson, Eric J. Meta-Leadership: A Framework for Building Leadership Effectiveness. National Preparedness Leadership Initiative. 1 ed. 2015.
Amabel Laila Intifada, Hendro Aryanto. Buku Ilustrasi "INFJ" Berdasarkan Myers-Briggs Type Indicator sebagai Media Informasi untuk Remaja di Bangkalan. Jurnal Barik. 2024;5(2):240.
Advokat (INFJ-T) | 16Personalities [Internet]. [cited 2025 Jul 27]. Available from: https://www.16personalities.com/id/hasil/infj-t/f/1ruchmusi.
Bass BM, Riggio RE. Transformational leadership: Second edition. Transformational Leadership: 2 ed. 2005 Oct 5;1–282.
Leadafi. The Power of INFJ Leadership in Modern Organizations [Internet]. [cited 2025 Jul 27]. Available from: https://leadafi.com/leadafi-councils-post/the-power-of-infj-leadership-in-modern-organizations/.
ClickUp. INFJ Leadership: Techniques and Strategies for Success [Internet]. [cited 2025 Jul 27]. Available from: https://clickup.com/blog/infj-leadership/.
Titi Supriati, Yodi Mahendrahata, Ari Natalia Probandari. Kesiapan Integrasi Layanan TB-HIV Puskesmas di Kabupaten Kulon Progo. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2021;24(1):24-31. doi: 10.22146/jmpk.v24i01.4058
Noor Fadhilah Dyah Anggraini, Sutopo Patria Jati, Eka Yunila Fatmasari. Analisis Peran Kepemimpinan Kepala Puskesmas dalam Pelaksanaan Layanan Komprehensif Berkesinambungan HIV-IMS di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2017;5(2):10-14. doi: 10.14710/jkm.v5i2.16350
Teri Roberts, Suvanand Sahu, James Malar, Timur Abdullaev, Wim Vandevelde, Yogan G Pillay, Paula I Fujiwara, et al. Turning threats into opportunities: how to implement and advance quality TB services for people with HIV during the COVID‐19 pandemic and beyond. Journal of the International Aids Society. 2021;24(4):1-5. doi:10.1002/jia2.25696.
Agus Purwanto, Masduki Asbari, Innocentius Bernarto, Choi Chi Hyun. Effect Of Transformational And Transactional Leadership Style On Public Health Centre Performance. Journal of Research in Business, Economics, and Education. 2020;2(1):304-312.
Mahmoud Hamdan, Amar Hisham Jaaffar, Omar Khraisat, Marwan Rasmi Issa, Mu’taman Jarrar. The Association of Transformational Leadership on Safety Practices Among Nurses: The Mediating Role of Patient Safety Culture. Risk Management and Healthcare Policy. 2024;17:1687-1698. doi: 10.2147/RMHP.S458505.
Heru Agusman, Duta Liana, Nofierni. Transforming Leadership, Effective Communication, And Patient Safety Culture: The Role Of Trust Among Hospital X East Jakarta Nurses. Jurnal Indonesia Sosial Teknologi. 2023;14(11):1687-1698. doi: 10.59141/jist.v4i11.802
Komentar
Posting Komentar